Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.(Matius 11:28)

1 Nov 2011

Ketika menulis blog ini, hampir 500 orang tercatat meninggal dunia akibat bencana gempa bumi berkekuatan 7,6SR di Sumatera Barat. Kemungkinan besar jumlah korban ini masih terus bertambah karena disinyalir masih ribuan orang tertimbun reruntuhan bangunan. Gempa yang terjadi rabu sore (30/9/09) itu telah menimbulkan kerusakan yang sangat dasyat. Berpusat di Samudera Indonesia pada kedalaman 71km, gempa telah merobohkan sebagian besar gedung/bangunan publik dan rumah tinggal di Padang dan Pariamanan. Selain itu, di beberapa kota sekitar, juga diberitakan adanya kerusakan parah pada gedung, rumah tinggal, jalan, jembatan, longsor pada perbukitan, dan merusakkan sarana komunikasi, instalasi listrik serta air bersih.

Tingkat kekuatan dan kerusakan gempa di Sumatera Barat boleh jadi lebih parah dibandingkan gempa yang pernah terjadi di Indonesia sebelum ini. Gempa di Yogyakarta yang terjadi Mei 2006 yang berkekuatan 5,9SR telah merusakkan sejumlah bangunan publik dan ribuan rumah tinggal. Sekitar 6.000 orang diberitakan tewas. Sebelum gempa di Sumatera Barat terjadi, gempa berkekuatan 7,3SR, sempat pula terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat. (2/09/09).

Jujur, saya tidak mendalami ilmu gempa. Dari beberapa hal yang saya pelajari, Indonesia rupanya berada pada daerah yang memiliki potensi gempa cukup tinggi. Ini karena Indonesia merupakan titik pertemuan antarlempeng. Pulau Sumatera disebut-sebut berada di atas patahan Sumatera yang melintang dari ujung Aceh hingga ke Selatan Jawa. Di sisi baratnya terbentang garis subduksi yang merupakan pertemuan lempeng Asia dengan lempeng Samudaera Hindia. Pergeseran kerak Bumi yang terjadi terus menerus sepanjang tahun, dapat menimbulkan patahan pada garis subduksi dan patahan, dan menimbulkan gempa dengan kekuatan sangat besar.

Melihat keberadaan Indonesia yang rupanya berada di daerah rawan gempa, mungkin kini sudah saatnya kita memikirkan sebuah bangunan, terlebih rumah tinggal, yang ramah gempa.

Bangunan ramah gempa boleh jadi sama dengan bangunan yang ramah lingkungan. Menengok kembali ke gempa Yogyakarta tahun 2006, banyak bangunan rumah tinggal berdinding bata, roboh seketika karena tidak memiliki struktur kuat. Sementara itu beberapa rumah tradisional berkonstruksi bambu berdiri tegak tanpa kerusakan parah. Ketika itu, seorang arsitek asal Yogyakarta, Eko Prawoto, menilai konstruksi rumah bambu itu sebagai bangunan yang tahan gempa.

Seperti halnay di Yogyakarta, di Sumatera mungkin saja ada bangunan tradisonal yang dapat dijadikan acuan untuk membuat sebuah rumah yang ramah gempa. Mungkin saja bangunan rumah gadang di Sumatera Barat merupakan sebuah contoh konstruksi bangunan yang ramah gempa. Bangunan yang terbuat dari kayu dan beratap bagonjong dari bahan ijuk itu bisa jadi bertahan terhadap gempa berkekuatan tinggi. Tentu hal ini masih perlu diteliti lebih lanjut. Jika memang bangunan rumah gadang banyak yang selamat dari bencana gempa, boleh jadi konstruksinya memang ramah gempa dan layak untuk diterapkan kelak kemudian hari.

Jadi, marilah kita mulai mencari konsep-konsep konstruksi bangunan tradisonal yang ramah gempa. Paling tidak, aplikasikan konsep konstruksinya pada rumah tinggal, sehingga kelak dapat meminimalkan tingkat kerusakan dan jumlah korban akibat gempa berkekuatan tinggi yang mungkin bakal lebih sering terjadi.

sumber:ideaonline

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan Anda berkomentar dengan sopan